DUNIA tulis-menulis (jurnalistik) tidak semestinya harus mengandalkan bakat apalagi nasab. Bakat barangkali bisa diunduh dengan mengikuti komunitas yang intens dalam bidang penulisan. Adapun nasab tidak bisa dipastikan, kelak anak atau cucu bisa sepenuhnya bisa meniru orang tua maupun kakeknya yang kebetulan seorang penulis.
Hal itu diungkapkan Isma Kazee, penulis novel Jerawat Santri saat meyakinkan siswa MA Walisongo Pecangaan pada kegiatan yang bertajuk "Yuk Nulis Yuk", Selasa (28/4).
Menurut Isma, bakat bisa diperoleh manakala komunitas menulis benar-benar hidup. "Mulai dari nol pun seorang akan meniru kebiasaan menulis yang dimiliki kawan, meski semua itu membutuhkan proses yang kadang-kadang panjang, bahkan harus dipaksa dalam diri," ungkap Isma yang juga penulis novel Ja'a Jutek terbitan Matapena Yogyakarta itu.
Isma menggeluti tulis-menulis saat menjadi santri di pondok pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur sejak 1990.
Setelah pindah dari Tambak Beras itulah, perempuan asal Pekalongan 31 tahun ini lebih giat bergabung di pelbagai komunitas-komunitas penulisan di kota gudeg Yogyakarta.
Kegiatan memotivasi menulis tersebut digelar di aula perpustakaan Pesantren Walisongo yang dihadiri pula Mahbub Jamaluddin, penulis novel Laskar Hizib dan Pangeran Bersarung.
Mau Memulai
Mahbub mengungkapkan, bakat menulis lahir ketika seseorang mau memulai. Kemauan ingin menjadi penulis bisa dilakukan kapan saja.
Pria asal Kebumen ini mengajak puluhan peserta untuk memulai menulis, seperti apa pun jadinya. "Harus yakin, setiap orang yang mau belajar menulis akan bisa menulis," tandasnya.
Ainun Najib, wakil kepala Madrasah Aliyah Bagian Kesiswaan, mengemukakan, pembelajaran menulis kepada para siswa yang menggeluti ekstrakulikuler jurnalistik itu menjadi bagian dari upaya membumikan budaya menulis di kalangan pelajar.
Upaya sekolah itu untuk memotivasi para siswanya untuk bisa menulis dilakukan pula pada Agustus 2008 lalu, ketika menggelar "Belajar Menulis" bersama Habiburrahman El-Shirazy, penulis novel Ayat-Ayat Cinta. (Muhammadun Sanomae-69)
Hal itu diungkapkan Isma Kazee, penulis novel Jerawat Santri saat meyakinkan siswa MA Walisongo Pecangaan pada kegiatan yang bertajuk "Yuk Nulis Yuk", Selasa (28/4).
Menurut Isma, bakat bisa diperoleh manakala komunitas menulis benar-benar hidup. "Mulai dari nol pun seorang akan meniru kebiasaan menulis yang dimiliki kawan, meski semua itu membutuhkan proses yang kadang-kadang panjang, bahkan harus dipaksa dalam diri," ungkap Isma yang juga penulis novel Ja'a Jutek terbitan Matapena Yogyakarta itu.
Isma menggeluti tulis-menulis saat menjadi santri di pondok pesantren Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur sejak 1990.
Setelah pindah dari Tambak Beras itulah, perempuan asal Pekalongan 31 tahun ini lebih giat bergabung di pelbagai komunitas-komunitas penulisan di kota gudeg Yogyakarta.
Kegiatan memotivasi menulis tersebut digelar di aula perpustakaan Pesantren Walisongo yang dihadiri pula Mahbub Jamaluddin, penulis novel Laskar Hizib dan Pangeran Bersarung.
Mau Memulai
Mahbub mengungkapkan, bakat menulis lahir ketika seseorang mau memulai. Kemauan ingin menjadi penulis bisa dilakukan kapan saja.
Pria asal Kebumen ini mengajak puluhan peserta untuk memulai menulis, seperti apa pun jadinya. "Harus yakin, setiap orang yang mau belajar menulis akan bisa menulis," tandasnya.
Ainun Najib, wakil kepala Madrasah Aliyah Bagian Kesiswaan, mengemukakan, pembelajaran menulis kepada para siswa yang menggeluti ekstrakulikuler jurnalistik itu menjadi bagian dari upaya membumikan budaya menulis di kalangan pelajar.
Upaya sekolah itu untuk memotivasi para siswanya untuk bisa menulis dilakukan pula pada Agustus 2008 lalu, ketika menggelar "Belajar Menulis" bersama Habiburrahman El-Shirazy, penulis novel Ayat-Ayat Cinta. (Muhammadun Sanomae-69)
(Suara Merdeka, 01 Mei 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar