Cerpen Anak: Khoidatun Novia
IQBAL dikenal anak keluarga cukup kaya. Kekayaan orangtuanya membuat dia menjadi anak sombong. Bahkan, dia tidak pernah menghiraukan nasihat orangtuanya. Dia malah sering membantah. Iqbal adalah anak tunggal dan saat ini kelas 6 SD. Kebiasaannya suka bermain hingga lupa waktu. Akibat kebiasaan yang buruk, dia sering tidak naik kelas. Di kelas dia juga sering diskors oleh guru. Jika disuruh ibunya belajar dia malah pergi bermain dengan teman-temannya. Iqbal juga belum bisa shalat, apalagi mengaji dia sama sekali tidak bisa. Kalau disuruh ayahnya, dia selalu tidak mau.
Suatu hari ketika di kelas, dia disuruh guru untuk mengerjakan tugas, namun Iqbal tidak mau. Gara-gara sikapnya yang tidak sopan, Iqbal pernah akan dikeluarkan dari sekolahnya. Orang tua Iqbal lalu meminta kepada pihak sekolah agar anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah. Akhirnya Iqbal tidak jadi dikeluarkan dari sekolah.
Pada suatu hari ketika pelajaran agama, dia disuruh gurunya membaca Alquran. Iqbal jujur mengatakan tidak bisa membaca Alquran. Karena kesal kalau disuruh selalu tidak bisa, gurunya menghukumnya. Banyak orang yang menasihatinya, salah satu teman yang sering menasihati adalah Abil, teman sebangku Iqbal.
“Bal…kamu jangan sering melawan orangtuamu, gurumu, dan jangan mengejek teman-temanmu, itu dosa Bal. Kita harus menghormati mereka bukan menghina mereka.”
“Bil…kamu kenapa sih, tiap hari nasihati aku terus. Aku capek mendengarnya. Sudahlah kamu nggak usah nasihati aku lagi,” jawab Iqbal ketus.
Iqbal bergegas meninggalkan Abil. Dia tak peduli apa yang dikatakan Abil. Di kelasnya sebagian teman ada yang tidak menyukai Iqbal karena dia sombong. Tapi sebagian lagi menyukai karena dia sering menaksir teman-temannya.
***
Terdengar adzan maghrib berkumandang, ayah menyuruh Iqbal untuk shalat. Tapi dia malah pergi sama teman-temannya. Tahun ini saatnya Iqbal harus dikhitan. Sebelumnya dia tidak mau, tapi akhirnya dia mau. Setelah dikhitan, Iqbal mendapat hadiah dari ayahnya berupa sarung. Iqbal menertawakan hadiah itu.
“Ayah…buat apa sarung itu. Ayah kan tahu kalau aku tidak bisa shalat apalagi mengaji. Terus buat apa sarung ini ayah,” kata Iqbal jujur. Ayahnya tersenyum tipis mendengar jawaban anaknya itu.
“Anakku, ayah sengaja memberi hadiah kamu sarung, dengan sarung ini mungkin kamu bisa berubah. Kamu bisa menjadi anak yang shaleh, sopan, berbakti kepada ayah dan ibu. Yang paling utama kamu bisa shalat dan mengaji yang selama ini tidak pernah kamu lakukan.” Tak lama kemudian setelah ayahnya memberi dia sarung, ibunya datang menemui dia di kamar memberi hadiah juga. Ketika dibuka kadonya, Iqbal kaget dia bingung karena ibunya juga memberi dia sarung.
“Bu…kok ibu juga kasih aku sarung, tadi ayah kasih sarung juga. Apa maksud ibu, ibu mengejek aku gara-gara aku tidak bisa shalat dan mengaji ya?” tanya Iqbal sedih.
“Iqbal anakku…ayah dan ibu sengaja memberi kamu hadiah sarung. Apa kamu tahu maksud ibu dan ayah memberi kamu hadiah sarung? Iqbal dengan sarung ini ibu dan ayah ingin kamu bisa mengubah sifatmu dan bertaubat. Kamu masih punya masa depan yang cemerlang. Ibu dan ayah tidak ingin masa depan kamu hancur gara-gara sikapmu,” Iqbal hanya tersenyum tanpa menjawab apa-apa.
***
Dua minggu lamanya Iqbal terbaring sakit, kini Iqbal telah sembuh. Sifatnya belum berubah, masih nakal. Tapi suatu hari ada keajaiban yang bisa mengubah Iqbal. Saat itu dia pulang habis bermain dengan teman-temannya. Saat dia jalan kaki melewati masjid, tiba-tiba dia berhenti. Dilihatnya banyak anak-anak sebayanya memakai sarung berbaris rapi sedang mengaji.
Tiba-tiba airmata Iqbal menetes. Dia menangis, hatinya tersentuh. Dia bergegas meninggalkan masjid itu dan mempercepat langkahnya supaya cepat sampai di rumah. Tapi ketika di jalan, dia bertemu lagi sekelompok anak kecil yang menggendong tas. Iqbal tahu pasti mereka mau belajar kelompok. Dia tidak bisa manahan airmatanya, dia lari dengan sekencang-kencangnya. Terlintas, dia ingat sarung pemberian ayah dan ibunya.
Sampai di rumah dia segera mencari sarung yang disimpan di almari. Dia memeluk erat sarung itu sambil menangis. Tak lama orangtuanya datang dan menanyakan apa yang terjadi. Iqbal tak bisa berkata apa-apa, dia langsung tunduk dan mencium kaki kedua orangtuanya dan meminta maaf atas sikap dia selama ini. Orang tuanya semakin bingung, mereka mencoba menenangkan Iqbal dan menyuruhnya bercerita.
Akhirnya Iqbal menceritakan apa yang terjadi. Setelah mendengar cerita Iqbal orang tuanya tak bisa menahan tangis. Mereka tersenyum bahagia. Anak semata wayangnya bisa berubah. Mereka yakin ini berkat kesabaran mengingatkan Iqbal.
Setelah kejadian itu Iqbal berubah. Dia menjadi anak yang berbakti kepada orangtuanya, shaleh, sopan dan rajin shalat serta mengaji. Dia juga rajin belajar. Berkat perubahannya itu dia lulus dengan nilai yang sangat bagus, nilai yang selama ini tak pernah dia dapatkan selama bersekolah.
Iqbal berkeinginan untuk sekolah dan mondok di pesantren, orangtuanya mengizinkan cita-cita Iqbal. Benar kata ibunya dulu, pasti suatu saat dia bisa berubah. Tahun ajaran baru Iqbal pergi belajar dan satu pondok pesantren dengan Abil, sahabat yang sangat menyayanginya. Kini Iqbal rajin segala-galanya. (47)
(Suara Merdeka, 22 November 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar