Sabtu, 20 Agustus 2011

10 Sudut Kepengarangan

Judul            : Tatapan Mata Boneka
Penyusun      : Wijang J. Riyanto 

Cetakan       : I
Tahun terbit : Juli 2011

Penerbit      : Taman Budaya Jawa Tengah 
Tebal buku   : 76 Halaman

Tatapan mata boneka merupakan sebuah buku yang berhasil disusun secara apik dari sepuluh judul cerpen dan dari sepuluh pengarang yang berbeda pula. Buku ini merupakan seri dokumentasi sastra antologi cerpen joglo yang kesebelas yang diterbitkan oleh divisi sastra Taman Budaya Jawa Tengah.

Seperti yang telah disebutkan diawal buku dengan kover gelap ini tersusun dari sepuluh style kepengarangan yang berbeda. Setiap judul merepresentasikan pola penulisan dan ide yang unik. Dibuka dengan cerpen pertama yang menjadi judul dari buku ini “Tatapan Mata Boneka”  memberikan kesan segar bagi para penikmat sastra karena menceritakan sepenggal cerita yang bisa membuat pembacanya merasa miris dan membuka mata pada sudut lain dunia kesenian dan pelaku seni itu sendiri saat berkarya.

Penulis cerpen yang terkumpul dalam antologi cerpen joglo ini merupakan para penulis yang sudah cukup banyak menyumbangkan karyanya dalam dunia percerpenan. Mungkin juga kita pernah membaca karya-karya mereka sebelumnya disurat kabar maupun tabloid. Mereka adalah; A. Musyafak, Dendy R. Slendro Rukmaraja, Erna Suryandari, Kartika Catur Pelita, Mariatul Kiptiah, Ryan Rachman, Santi Almufaroh, Setia Naka Andrian, Siti Fatimah, dan Teguh Trianton.

Saya pribadi merasa kumpulan cerpen ini memberikan warna-warna yang berbeda di tiap judulnya. Lengkap, karena dalam buku ini terdapat poin-poin yang biasanya menjadi tema sebuah cerpen, mulai dari problematika kehidupan rumah tangga, keadaan sosial masyarakat sekarang ini, esensi pernikahan, pencarian jati diri dan tuhan, hobi dan sebagainya.

Karena buku yang disusun oleh Wijang J. Riyanto ini hanya setebal  76 halaman, menjadikanya dapat dinikmati dengan sekali duduk. Buku ini memberikan pandangannya mengenai keadaan sosial masyarakat Jawa Tengah sekarang ini. Sayangnya tatapan mata Boneka seakan terbatasi oleh lingkup problematika kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu dengan sendirinya akan membatasi penikmat dari kalangan remaja yang umumnya menyukai cerpen-cerpen khas remaja. Bukan berarti di Jawa Tengah ini kehidupan remajanya kurang layak untuk ditampilkan bukan. Padahal beberapa dari pengarangnya masih berusia 20-an.

Dilihat dari kelebihan dan kekurangannya buku ini tetaplah menarik untuk dibaca karena jika kita mampu menyingkap makna tersirat dari setiap penggalan ceritanya kita akan menyadari betapa selama ini kehidupan dalam cerpen itu sangatlah dekat dengan diri kita. Dengannya kita diharapkan mampu menyikapi masalah yang sama dengan cara yang lebih baik. Karena cerpen memberi kita pengalaman tanpa harus mengalaminya sendiri. (Khuliyatul Hidayah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar