Selasa, 03 April 2012

Antara Iman, Cinta dan Pusaran Tradisi

Judul : Derap-derap Tasbih
Penulis : Hadi S. Khuly
Penerbit : Diva Press
Tebal : 412 Halaman

Apa yang akan terjadi jika seorang putri kyai sekaligus pengasuh pesantren yang tersohor keimanannya terjerembab dalam jurang maksiat, akibat dendam cinta yang tak terbatas?

Nover berjudul “Derap-derap Tasbih” ini memberikan sebuah pelajaran kepada kita tentang bagaimana menyikapi dan mensyukuri anugerah yang Allah berikan kepada kita yaitu sebuah kata cinta.

Cinta adalah anugerah terindah dari sang pencipta. Namun banyak sekali diantara kita yang tidak bisa mensyukuri karunia tersebut hingga cinta itu terbalik menjadi suatu luka yang mendera hati. Sebagai seorang muslim atau muslimah sudah sewajibnya mensyukuri anugerah cinta dengan cara-cara yang elegan, cantik dan beriman yaitu dengan mencintai seseorang karena Allah dan terbingkai atas nama-Nya.

Adalah Warda, putri dari kyai Sahal pengasuh pondok pesantren yang sudah tidak diragukan lagi kealimannya, telah gagal dalam mengelola gelegar cintanya pada Fatih, santri pengarang kreatif dan sekaligus anak asuh kyai tersebut.

Warda telah jatuh cinta kepada Fatih namun apa yang Fatih rasakan berbeda dengan apa yang ada di hati Wardah, Fatih sudah menganggap Wardah sebagai adiknya sendiri. Dari hal tersebut, Warda sangat membenci Fatih bahkan dengan emosi membara, Warda berjuang untuk membuktikan pada Fatih bahwa tak sepatutnya pemuda tersebut menolak cintanya karena ia putri kyai besar, cantik dan berpengaruh.

Sayang Warda kebablasan, ia terjerebab ke jurang kalam penuh dengan duri maksiat karena tertipu oleh tipu daya seorang pemuda guide bernama Hendra.

Peristiwa buruk yang dialami Warda membuat Fatih merasa sangat bersalah kepada kyai yang amat dicintai dan dihormatinya. Tetapi sang kyai menolak untuk menikahkan Warda dengan Fatih karena janin di rahim Warda bukan anak Fatih.

”Setiap orang berhak mencintai dan dicintai bukan karena terpaksa atau belas kasihan tetapi karena keikhlasan,” kata kyai Sahal.

Berbeda dengan Warda, Fatih justru telah menemukan cinta yang terbingkai atas nama Allah. Ya, Fatih telah jatuh cinta kepada Dian. Berawal dari sebuah pertemuan di rumah sakit ketika Fatih tertabrak sebuah mobil yang tidak lain mobil itu adalah milik Dian yang dikemudikan oleh dua sahabatnya.

Di rumah sakit itulah benih-benih cinta mulai tumbuh dihati Fatih. Selama Fatih berada di rumah sakit Dian-lah yang merawat karena ia sedang coas untuk menyandang gelar dokter.

Dia pun merasakan hal yang sama dengan Fatih. Karena cinta itulah, Dian yang awalnya adalah gadis sombong dengan keangkuhannya segede gunung berubah menjadi gadis sederhana, anggung dan berjilbab.

Didukung tema kritis yang menukik, setting yang kuat, alur kisah yang penuh kejutan, konflik yang mengharu biru dan karakter tokoh-tokohnya yang detail, novel religius ini mampu menghadirkan banyak renungan bagi setiap pembacanya guna memaknai dan mensyukuri cinta dalam bingkai harmoni keimanan dan kearifan tradisinya. (Nur Hidayah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar