Kamis, 23 Juni 2011

Kartini Masuk Desa

Cerpen Rohmatul Isnaini

Tanah kering dan gersang melukiskan sebuah desa terpencil di lereng gunung. Sekelilingnya hanya didapati anak-anak tak berdosa bermain dengan penuh keceriaan di masa kanak-kanak mereka. Tetapi sayang mereka tidak bisa menerima pendidikan karena faktor ekonomi orang tua dan keadaan desa yang jauh dari keramaian dan sangat terpencil. Karenanya di desa itu tidak ada fasilitas yang mencukupi untuk belajar dengan baik.
Seorang gadis dari kota berumur 20 tahun melelehkan air matanya saat melihat keadaan desa itu. Kartini baru saja tiba di desa yang terpencil itu. Dia diutus ayahnya seorang pejabat negara untuk tinggal disana beberapa waktu dan mengamatinya.

Kartini tinggal di rumah Pak Toto, salah satu warga desa. Pak Toto tinggal bersama satu anak perempuannya yang berumur 12 tahun sementara istrinya sudah meninggal tiga tahun yang lalu.

“Yah, seperti inilah keadaan rumah Bapak. Semoga neng Kartini betah tinggal di rumah Bapak yang sudah reot ini.”

“Tidak apa-apa Pak. Ini sudah lebih dari cukup. Saya sangat berterima kasih karena sudah diperbolehkan tinggal di rumah Bapak. Saya sangat senang,” jawab Kartini sambil tersenyum manis.

Kartini melihat sekeliling rumah Pak Toto sambil membereskan barang-barangnya. Dia melihat sosok gadis kecil duduk di lantai dan membaca buku yang sudah lusuh.

“Pak, itu siapa?” tanyanya kepada Pak Toto.

“Itu anak Bapak, namanya Mala. Dia mengidap penyakit paru-paru dan kakinya lumpuh akibat tertindih batu. Bapak tidak punya uang untuk berobat. Bapak tidak tahu lagi harus berbuat apa?”

“Sudahlah Pak. Semoga Bapak selalu diberi kesabaran. Semua pasti ada jalan dari cobaan yang menimpa Bapak.” Kartini mencoba menenangkan. Lalu Kartini menghampiri Mala yang duduk di lantai.

“Mala baca apa?” Kartini memberi senyum manisnya kepada gadis mungil itu. Mala tidak menjawab. Mala hanya memperlihatkan buku yang dibacanya.

Kartini sangat kagum dengan anak yang satu ini. Semangatnya sangat tinggi untuk hidup dan terus belajar.

“Andai aku bisa melakukan suatu hal yang bermanfaat untuk Mala dan anak-anak desa ini?” Farida merintih dalam hati.
#  #  #  #

Mentari pagi bersinar secerah-cerahnya, Kartini bersiap untuk memulai aktivitas barunya. Dia ingin mengajar anak-anak yang mempunyai semangat belajar yang tinggi.

Kartini mengumpulkan anak-anak ke pos kampling. Kartini membawa sebuah kardus yang berisikan penuh buku-buku pelajaran yang akan diberikan kepada anak-anak desa. Semua anak-anak sangat bergembira dan langsung menyerbu buku yang dibawanya.

“Kami sangat berterima kasih kepada kakak karena sudah mau mengajar kami dan memberi buku-buku ini.” Ucapan terima kasih Mala dengan cerianya.

“Iya kak, terima kasih ya….” Disusul teman-temannya dengan kompak dan tidak kalah cerianya.

Semenjak itu Kartini menjadi guru untuk anak-anak di desa itu. Anak-anak itu sangat cepat mnegikuti pelajaran yang diajarkannya meskipun seadanya. 
#  #  #  #

Suara lantang anak-anak desa mengalun ramai di kala senja. Suara yang penuh kobaran semangat belajar. Sosok Mala yang mungil tiba-tiba jatuh tergeletak. Semua teman-temannya panik termasuk juga Kartini. Dia malah panik sekali.

Tak berpikir lama Kartini cepat-cepat pulang dan membawa Mala menuju rumah sakit di kota. Penyakit paru-paru yang menyerang tubuh Mala kambuh. Kini keadaannya sangat kritis.

Tiga minggu kejadian itu berlalu, kini Mala kembali sehat seperti sediakala. Cerianya sudah kembali. Lusa Mala akan dibawa pulang ke kampungnya tercinta yang tandus dan gersang.
#  #  #  #

Burung-burung melayang menyusuri mega merah di ufuk barat mengiringi perjalanan Mala ke kampungnya. Kartini dan anak-anak desa menyiapkan kejutan untuk menyambut pulangnya Mala setelah lama berada di rumah sakit.

“Kejutan…!” Mala kaget saat memasuki ruangan baru di desa itu. Terlihat Kartini dan teman-temannya.

“Ada apa ini?” Mala heran.
“Lihat ini. Ini kejutan untuk kamu Mala,” kata Tata, sahabat Mala.

“Ini dimana? Tempat apa?”

“Kak Kartini mengusulkan bantuan untuk desa kita,” lanjut Tata.

“Terima kasih ya kak.” Mala memeluk Kartini erat-erat.

Tiba-tiba sosok Mala kejang-kejang dan nafasnya sangat sesak. Semua kebingungan melihatnya. Tak lama kemudian Mala menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir. Mala tertidur nyenyak untuk selama-lamanya. Jiwanya telah menjadi angin yang berhembusan diantara burung-burung yang terbang. Dan semangatnya terus berkobar sampai ke awan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar